Tuesday, May 17, 2016

Pengaruh Gambar Seram di Bungkus Rokok

Ada sebuah gangguan kecil yang disisipkan dalam keseharian perokok di Indonesia. Belakangan ini, pemerintah mengharuskan setiap bungkus rokok menampilkan gambar berisi dampak bahaya merokok. Pertanyaannya adalah, sejauh manakah gangguan ini efektif? Disini, saya akan mencoba mengupasnya dengan survei kecil berbasis teori disonansi kognitif.

Dasar Teori

Teori disonansi kognitif merupakan sebuah teori dalam psikologi sosial yang membahas mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang akibat sikap, pemikiran, dan perilaku yang saling bertentangan dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidak nyamanan tersebut. Istilah disonansi kognitif pertama kali dipopulerkan oleh seorang psikolog bernama Leon Festinger pada tahun 1950-an. Teori disonansi kognitif memiliki sejumlah anggapan atau asumsi dasar diantaranya adalah:
  • Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan perilakunya. Teori ini menekankan sebuah model mengenai sifat dasar dari manusia yang mementingkan adanya stabilitas dan konsistensi.
  • Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi biologis. Teori ini merujuk pada fakta-fakta harus tidak konsisten secara psikologis satu dengan lainnya untuk menimbulkan disonansi kognitif. 
  • Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan suatu tindakan dengan dampak-dampak yang tidak dapat diukur. Teori ini menekankan seseorang yang berada dalam disonansi memberikan keadaan yang tidak nyaman, sehingga ia akan melakukan tindakan untuk keluar dari ketidaknyamanan tersebut. 
  • Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk mengurangi disonansi. Teori ini beranggapan bahwa rangsangan disonansi yang diberikan akan memotivasi seseorang untuk keluar dari inkonsistensi tersebut dan mengembalikannya pada konsistensi.

Merujuk kepada jumlah inkonsistensi yang dialami seseorang. Tiga hal yang merujuk kepada tingkat disonansi seseorang:
  • Tingkat kepentingan, yaitu seberapa signifikan tingkat masalah tersebut berpengaruh pada tingkat disonansi yang dirasakan. 
  • Rasio disonansi, yaitu jumlah disonansi berbanding dengan jumlah konsistensi. 
  • Rasionalitas merupakan alasan yang dikemukakan oleh seseorang yang merujuk mengapa suatu inkonsistensi muncul.

Data yang Didapatkan 

Wawancara dilakukan pada 10 perokok berusia 18-20 tahun dengan poin pertanyaan:
  • Apakah Anda merasa terganggu (takut, cemas) dengan gambar yang ada di bungkus rokok?
  • Apakah Anda ragu untuk merokok karenanya?

Hasil




Kesimpulan

Gambar – gambar menyeramkan dalam bungkus rokok hanya menimbulkan ketidaknyamanan terhadap sebagian kecil perokok. Dari 10 orang, hanya 2 yang mengaku cemas (8 : 2). Sedangkan dari segi sikap dan perilaku, gambar tersebut sama sekali tidak efektif untuk memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidak nyamanan. Perokok cenderung cuek terhadap gambar menyeramkan yang telah dipasang di bungkus rokok. Artinya, gambar seram dalam bungkus rokok tidak menimbulkan disonansi kognitif yang signifikan terhadap perilaku perokok.

  
Mengatasi Disonansi
Ada banyak cara untuk mengatasi disonansi kognitif, namun cara yang paling efektif untuk ditempuh adalah:
  • Mengurangi pentingnya keyakinan disonan kita. 
  • Menambahkan keyakinan yang konsonan. 
  • Menghapus disonansi dengan cara mengubah persepsi (rasionalisasi).

Artinya, jika betul-betul ingin mengurangi budaya merokok, maka cara yang lebih efektif untuk ditempuh adalah dengan menutup satu dari ketiga pelarian disonansi kognitif di atas.

No comments:

Post a Comment