Tuesday, May 17, 2016

Analisis Film Kejarlah Daku Kau Kutangkap

Kejarlah Daku Kau Kutangkap adalah sebuah judul film bergenre drama komedi keluarga yang rilis pada tahun 1986. Bercerita tentang konflik di dalam pernikahan Ramona (diperankan oleh Lidya Kandow) dan Ramadhan (Deddy Mizwar), yang semakin dipanaskan pula oleh tokoh pendukung yakni Marni (Ulli Artha), sebagai sahabat Ramona dan Markum (Ikranagara) sebagai paman Ramadhan. Naskah dengan dialog-dialog segar ditulis secara apik oleh Asrul Sani dan dikemas dengan pas oleh arahan Chaerul Umam sehingga menghasilkan sebuah film komedi romantis yang benar-benar bercita rasa Indonesia dan menjadi sebuah karya masterpiece pada jamannya. 

Premis
Pada dasarnya, film ini memiliki premis yang klise dan sangat sederhana, yakni kedua orang yang jatuh cinta akan tetapi gengsi. Akan tetapi sutradara dan penulis naskah sangat cerdas mengemas plot yang sederhana itu ke dalam sebuah cerita yang menarik. Hingga film ini berhasil memenangkan Piala Citra untuk kategori Skenario dan Film Komedi.

Storyline

Ramadhan memotret Ramona yang sedang bertanding volly. Foto itu kemudian masuk pada rubrik “Yang Bernasib Baik Hari Ini”. Seharusnya Ramona senang mendapatkan uang. Akan tetapi alih-alih senang, ia malah menghardik Ramadhan dan mengancam akan menuntut surat kabarnya karena memuat foto tanpa izin. Alasannya hanya karena saat itu ia merasa sedang tidak cantik. Memang, Ramadhan memotret Ramona ketika ia sedang tersungkur menerima smash. Setelah beberapa kali berdebat ketika bertemu, akhirnya mereka malah saling suka dan menikah. Akan tetapi cerita tidak berhenti sampai di sini. Justru konflik dalam film dibangun selama masa pernikahan Ramadhan dan Ramona. Mereka saling tarik ulur hubungan mereka hingga pada akhirnya mereka mencapai kata sepakat.

Pembangunan Karakter

Gengsi Ramadhan dan Ramona dieksploitasi sehingga menghasilkan pembangunan karakter yang ciamik di sepanjang cerita. Penonton dibuat simpati terhadap kedua karakter itu. Penonton diajak untuk memahami motif, bukan hanya di balik perilaku Ramadhan, akan tetapi juga Ramona. Kedua tokoh pendukung juga tidak dihadirkan secara acak. Markum, paman Ramadhan, digambarkan sebagai orang yang sok tahu, gemar mengkritik perilaku setiap wanita meskipun ia belum pernah menikah. Markum dibuat termakan omongannya sendiri, dan jatuh cinta pada wanita yang sulit, yaitu Marni, sahabat Ramona. Cerita Markum dan Marni juga memberikan pengaruh yang signifikan untuk membantu Ramadhan dan Ramona mencapai sebuah kata sepakat.

Dialog yang Cerdas

Misalnya dialog cerdas dari Makrum: “Siapa yang menciptakan perempuan sebagai makhluk yang lemah? Ya mereka sendiri. Karena dengan begitu, mereka bisa terus sembunyi di balik kelemahannya untuk memperalat laki-laki sebagai budaknya”.

Konflik yang Universal

Konflik di dalam cerita disusun secara universal sehingga bisa relevan bagi rumah tangga manapun. Misalnya ketika Ramona harus membereskan rumah suaminya. Ketika ditanya seputar majalah koleksi Ramadhan, Ramona menjawab santai “Dijual”. Yang kemudian membuat Ramadhan menjelaskan secara getir, “Itu bukan majalah bekas, tapi untuk dokumentasi”. Atau ketika Ramona meminta untuk diantar ke pasar untuk beli gorden. Bukannya langsung beli, Ramona justru jalan kesana kemari untuk cuci mata, melihat-lihat pakaian, hingga berakhir pulang dengan membeli sebuah bak.

Komunikasi untuk Menghentikan Battle of Sexes dalam Rumah Tangga

Ramadhan dan Ramona sama-sama orang yang berprinsip keras dan tidak mau mengalah. Sehingga sepanjang film, selalu terjadi polemik di dalam rumah tangga mereka soal siapa yang berkuasa, laki-laki atau perempuan. Ramadhan memberontak dengan menunjukkan sikap kasar, dengan harapan agar tidak dikendalikan, yang justru malah membuat Ramona melawan balik. Misalnya ketika Ramadhan membentak Ramona akibat pulang kantor dan mendapati di meja makan hanya ada telur ceplok. Ramona menunjukkan bentuk perlawanannya dengan keluar dari kamar dengan dandanan menor, celana ketat, kemeja dibuka sampai ke dada, rambut diikat ke samping, dan memegang rokok.

Setelah sekian banyak tarik ulur hingga ke rumah penghulu untuk mengajukan perceraian, akan tetapi di akhir film, Kejarlah Daku Kau Kutangkap memenangkan cinta. Ramadhan dan Ramona yang telah berpisah kemudian menyadari bahwa mereka tidak bisa terpisah satu sama lain. Film ini menunjukkan bahwa hal yang mendasar bagi sebuah hubungan adalah komunikasi.

Cita Rasa Indonesia pada Era 80-an

Di akhir cerita, Ramona dan Ramadhan yang sedang saling tegang dan menunggu bus, menyadari bahwa mereka tidak bisa berpisah, kemudian berpelukan di tengah jalan, bikin macet jalan raya yang awalnya lancar, dan diteriaki oleh sopir truk. Scene ini menggambarkan kondisi jakarta 80-an ketika bus masih berhenti di halte dan jalanan tidak macet. Sehingga film ini sedikit banyak bisa memberi kita gambaran tentang gaya hidup di kota metropolitan pada jaman 80-an.

Trivia

Film ini hingga berpuluh tahun kemudian masih menjadi benchmark bagi film Indonesia. Misalnya Janji Joni garapan Joko Anwar. Joni harus mengantar roll film yang isinya adalah film Kejarlah Daku Kau Kutangkap. Memang, film ini adalah acuan yang sempurna tentang bagaimana menghasilkan sebuah drama komedi dengan setting perkotaan, yang cerdas dan lucu tanpa banyak dibumbui slapstick pukul memukul.

Minus

Ada beberapa kali adegan murah seperti peran wanita yang tidak penting dengan baju berbelahan dada rendah yang dimunculkan di awal. Adegan ini menunjukkan bahwa pada era 80-an, adegan seperti ini perlu dimunculkan demi menyogok perhatian audiens dimana bagian tubuh wanita saat itu masih lazim dijadikan sebagai komoditi film.

No comments:

Post a Comment