Monday, February 1, 2016

Drama di Balik Revolusi Bisnis Domino’s Pizza

Meski sudah cukup lama berselang, namun drama revolusi pizza Domino’s tetap menarik untuk diperbincangkan. Sebab, apa yang dilakukan Domino’s tidak akan anda temukan di perusahaan manapun. Di dalamnya pun tersimpan banyak sekali pelajaran yang bisa dipetik bisnis anda darinya.


“Pizza kami terasa seperti kardus.” Semuanya berawal dari pernyataan sederhana ini. 

Jika anda waras, dan memiliki sebuah gerai pizza kecil di ujung jalan, beranikah anda menyampaikan pernyataan ironi seperti ini? Domino’s berani. Domino’s justru mencapai titik puncak kejayaan angka salesnya setelah mereka menyampaikan bahwa ‘pizza mereka terasa seperti lembaran kardus’ melalui sebuah kampanye iklan yang ditayangkan pada akhir tahun 2009. Bagaimana bisa?


Sejarah Domino’s
Domino’s adalah sebuah brand pizza asal Amerika Serikat yang baru sekitar 2008 melakukan ekspansi ke Indonesia. Maka, tidak perlu kaget jika anda menemukan orang-orang yang belum pernah menjumpainya. Sebab, gerai-gerai Domino’s di Indonesia sendiri juga baru dibuka di kota-kota besar seperti Jabodetabek, Bandung, dan Bali. Sejarah Domino’s di Indonesia memang belum cukup lama. Namun di negeri Paman Sam, Domino’s punya sejarah yang bukan main-main. Domino’s sudah berdiri sejak tahun 1960. Maka, mengakui bahwa ‘pizza mereka terasa seperti lembaran kardus’ membutuhkan keberanian yang bukan main-main pula, diluar penalaran, gila, dan bisa dibilang bunuh diri.

Ada apa dengan Domino’s?
Sejak kemunculannya, Domino’s berhasil merebut mindshare pizza delivery di Amerika Serikat selama bertahun-tahun. Tetapi dengan semakin sengitnya persaingan di kategori ini; ada Pizza Hut dan Papa John, maka Domino’s kesulitan untuk membuat menu mereka tetap relevan. Bahkan sebuah studi dari Brand Keys, perusahaan yang khusus meriset seputar loyalitas konsumen, menyebut bahwa pada tahun 2009, Domino’s meraih posisi pertama dalam hal harga dan kemudahan, tetapi jadi yang paling buncit dalam hal rasa. Setelah dua setengah tahun penjualan yang negatif, maka Russell Weiner, direktur pemasaran Domino’s yang baru pindah dari Pepsi Co sejak bulan September 2008, berpikir bahwa "perusahaan harus berubah". 

"Kami bercita-cita untuk menjadi lebih tinggi, dan tumbuh lebih cepat," kata Weiner.

Maka Domino’s merancang sejumlah strategi dimana mereka bisa mendapat feedback secara langsung dari konsumen mereka, di antaranya:

1. Domino’s merancang fitur Pizza Tracker di website mereka yang sekaligus mendorong penggunanya untuk mengisi survey seputar produk dan layanan Domino’s.

2. Domino’s mendesain ulang kardus kemasan mereka. Kali ini mereka menyertakan form feedback yang dapat diisi sewaktu-waktu oleh konsumen.

3. Domino’s menghitung secara kontinyu semua feedback dan opini publik yang beredar melalui sosial media seperti Twitter, Facebook, dan Youtube. 

Hasilnya negatif. Feedback pelanggan sebagian besar berkutat pada 3 hal yang sama, yakni: saus yang terlalu encer, kerak pizza yang terasa seperti kardus, dan overall taste yang tidak lebih enak dari pizza beku. Parah.

"Kami tahu kekuatan kami terletak pada pengiriman dan pelayanan. Sedangkan soal pizza, ada banyak hal yang dapat kami tingkatkan," kata Weiner. 

Russell Weiner mengakui bahwa perubahan yang perlu dilakukan Domino’s untuk merevitalisasi merek mereka ada tepat di bawah hidung mereka, tetapi tak terkatakan. Yaitu pada resep andalan yang telah bertahan sejak 1960.

Domino’s mengubah resep andalannya
Domino’s tahu betul bahwa mereka harus mengubah resep mereka setelah melalui berbagai macam penelitian yang menunjukkan bagaimana konsumen mereka dengan mudah dan berulang kali menyebut bahwa pizza mereka terasa hambar seperti lembaran kardus. 

Namun, Russell Weiner mengakui bahwa proses untuk mengubah resep andalan adalah langkah yang riskan, panjang, dan tidak mudah. Misalnya, Domino’s harus benar-benar memastikan bahwa seluruh stakeholder, termasuk di dalamnya adalah franchisee mereka, benar-benar satu suara mengenai perubahan masif ini.

"Kami membuat resep-resep baru yang orisinil, menempatkan mereka dalam kotak-kotak, memakan, dan memberikan angka. Proses ini diulang hingga kami mendapatkan lebih dari 90 persen suara franchisee yang menyetujui bahwa resep baru jauh lebih enak," kata Weiner. 

Akhirnya, pizza andalan terbaru Domino’s, dengan peningkatan di sisi saus, kerak dan keju, diluncurkan pada minggu terakhir di tahun 2009. 

Bagaimana Domino’s menjual resep barunya 
Membuat pizza baru adalah sebuah tantangan. Tetapi menjualnya ke publik merupakan tantangan yang lebih besar. Russell Weiner paham betul bahwa perubahan masif Domino’s tidak bisa cukup diwakili dengan ungkapan, “Hei, kami memiliki pizza baru yang lebih baik”. Tidak ada seorangpun yang akan benar-benar peduli, karena kata-kata seperti ‘baru’ dan ‘lebih baik’ sudah aus digunakan secara berlebihan di berbagai macam strategi pemasaran.

"Apa yang dicari konsumen adalah kejujuran dan transparansi. Karena pada saat itu, tidak ada yang memberikannya pada mereka," kata Weiner merujuk pada memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, bank, dan perusahaan besar lainnya. Berkaca dari hal ini, Weiner menganggap bahwa kunci suksesnya pemasaran resep baru Domino’s adalah dengan membuka diri selebar mungkin.

Maka, Domino’s mengumpulkan pendapat karyawan, dan eksekutif seperti Patrick Doyle yang mengakui bahwa Domino’s harus berubah, termasuk di dalamnya sebuah rekaman dari konsumen Domino’s yang mengakui bahwa “Pizza Domino’s terasa seperti kardus.” 

Pengakuan ini dikemas ke dalam sebuah kampanye iklan yang kreatif, dramatis, dan mampu menghasilkan impact meskipun ditonton 5 tahun kemudian.

Bukan itu saja, strategi mencela diri sendiri milik Domino’s diikuti oleh iklan yang menunjukkan bagaimana karyawan perusahaan menanggapi setiap kritik dari mereka yang belum mencoba resep baru Domino’s, dan didukung pula dengan jaminan uang kembali pada setiap pizza.

Sebuah langkah tanpa jalan untuk kembali
Patrick Doyle, sang CEO, mengakui bahwa tidak ada rencana B. Jika strategi ini tidak bekerja, maka tidak ada cara untuk kembali. Namun Domino’s percaya bahwa strategi ini akan berhasil karena mereka memiliki keyakinan bahwa resep baru mereka 100% lebih baik. 

Russell Weiner, sang direktur pemasaran, menyebut, "Jika Anda pernah membaca The Art of War, Sun Tzu mengatakan bahwa cara terbaik untuk memenangkan peperangan di sebuah pulau adalah dengan meledakkan jembatan untuk kembali. Maka semua orang akan bertarung mati-matian karena mereka tahu tidak ada jalan mundur."

"Ketika kami yakin bahwa resep kami jauh lebih baik dibanding resep lama dan resep kompetitor, maka kami merasa bahwa kami sanggup untuk memenangkan peperangan ini. Jadi kami ledakkan jembatannya."

Hasilnya? Penjualan untuk kuartal pertama di tahun 2010 melaporkan adanya peningkatan signifikan dibanding kuartal pertama di tahun 2009, yakni sebesar 14,3 persen.

"Peningkatan yang paling mendekati angka 14.3 persen dalam sejarah Domino’s terjadi bertahun-tahun silam. McDonald pernah berhasil melakukannya, tetapi cuma sampai sebesar 14,2." kata Weiner. "Itu sebabnya, pencapaian ini bisa dibilang wow bagi kami."

Faktor sukses kampanye Domino’s
Pertumbuhan fenomenal pada kuartal pertama Domino’s di tahun 2010 mengejutkan banyak pakar industri. Bahkan Weiner sendiri pun mengakui bahwa ia ‘cukup terkejut’. Tapi Gary Stibel, pendiri dan CEO dari New England Consulting Group, mengungkapkan bahwa angka tersebut adalah hasil yang lumrah. 

"Mereka melibatkan konsumen dengan kejujuran yang mengejutkan," kata Stibel. "Selain menarik perhatian pasar melalui kejutan, mereka menyampaikan pesan yang berarti: ‘Rasa pizza kami lebih baik’.” 

“Mereka tidak mengatakan, ‘Rasa pizza kami lebih baik dibandingkan pizza favorit Anda’ karena bisa jadi mereka tidak lebih baik. Akan tetapi, mereka mengatakan, ‘Rasa pizza kami lebih baik dibandingkan pizza lama kami’.”

Stibel mengatakan bahwa strategi yang dilakukan Domino's tidaklah begitu revolusioner. Tetapi cukup untuk menjadi sebuah contoh yang mengesankan dalam setiap buku teks pemasaran. 

“Sayangnya, banyak produk dan layanan yang meyakinkan diri mereka bahwa satu-satunya cara untuk menarik perhatian konsumen adalah melalui daya tarik iklan trendi yang emosional dan lucu,  serta harga murah dan diskon," kata Stibel. “Padahal tidak. Domino’s bukti nyatanya.” [/Taufik]

No comments:

Post a Comment