Saya pernah meremehkan mereka yang membuat resolusi tahun baru. Karena saya pernah berpikir, tahun baru itu cuma sebuah hari yang harusnya dijalani sewajarnya. Tanggal merah. Itu saja yang harus dirayakan. Lagipula, di dunia kita ada banyak sekali versi tahun baru. Kehidupan memperparah hal ini dengan mengajarkan kita untuk bersikap pragmatis. Jadilah rasional, katanya.
Betapa saya keliru. Kita butuh satu momen khusus untuk merefleksi diri. Karena ketika berusaha menggapai bintang, kita perlu mengukur sejauh mana kita telah mencapainya. Atau jika belum, apakah kita harus mengganti target atau tetap fokus dengan merencanakan langkah yang lebih rasional. Setidak rasional perumpamaan ini, itulah yang menurut saya paling rasional.
Maka, jika saya pikir-pikir lagi, kini saya sangat salut pada mereka yang menggunakan hari ini atau satu hari di versi tahun baru lain sebagai momen untuk merefleksi diri. Terlepas dari gunjingan kaum pragmatis yang pernah membunuh mimpinya karena kehidupan.
Itulah saya. Kaum pragmatis yang pernah membunuh mimpinya karena kehidupan. Biar bagaimanapun, usia 27 dan bahkan hampir menginjak 28, guncangan peer pressure semakin kencang. Kehidupan seolah seperti sebuah checklist belanjaan yang menggugat untuk segera dipenuhi. Mau kapan menikah, sudah punya berapa anak, berapa harta, hingga berapa pahala yang sudah dikumpulkan sampai saat ini, seolah itu semua bisa dihitung.
Jawaban saya, tidak. Saya tidak punya semuanya. Seminggu ini, saya sudah resmi menjadi seorang NEET. Saat inipun, saya berada di sebuah kamar, mengetik tulisan ini dengan berapi-api diiringi dengan suara letupan kembang api di luar kamar saya, dan bayangan betapa senangnya berpelukan sambil menyaksikan nyala kembang api itu bersama orang yang kita cintai. Kondisi saya terdengar menyedihkan? Bisa jadi. Tapi apa saya sedih? Tidak sama sekali.
Karena mengurung diri di kamar dan mengetik seperti seorang remaja kuliahan yang sedang putus cinta adalah pilihan yang saat ini saya ambil. Dan saya bangga dengan setiap pilihan yang mengantarkan saya sampai di titik ini. Menutup tahun 2017 tanpa atribut apapun yang mengikat saya.
2018 akan jadi sebuah tahun terbesar dalam hidup saya. Bersama dengan 3 orang teman dengan kapabilitas yang besar, saya memulai sebuah digital agency. Tekad saya adalah mengantarkannya ke dalam growth maksimal. Karena biar bagaimanapun, inilah peperangan yang akan membuktikan kalau setiap pilihan yang mengantarkan saya sampai di titik ini adalah pilihan yang memang benar-benar bisa saya banggakan.
Dan tentu saja, menyelesaikan skripsi.
12.00 WIB, Selamat tahun baru.
Betapa saya keliru. Kita butuh satu momen khusus untuk merefleksi diri. Karena ketika berusaha menggapai bintang, kita perlu mengukur sejauh mana kita telah mencapainya. Atau jika belum, apakah kita harus mengganti target atau tetap fokus dengan merencanakan langkah yang lebih rasional. Setidak rasional perumpamaan ini, itulah yang menurut saya paling rasional.
Maka, jika saya pikir-pikir lagi, kini saya sangat salut pada mereka yang menggunakan hari ini atau satu hari di versi tahun baru lain sebagai momen untuk merefleksi diri. Terlepas dari gunjingan kaum pragmatis yang pernah membunuh mimpinya karena kehidupan.
Itulah saya. Kaum pragmatis yang pernah membunuh mimpinya karena kehidupan. Biar bagaimanapun, usia 27 dan bahkan hampir menginjak 28, guncangan peer pressure semakin kencang. Kehidupan seolah seperti sebuah checklist belanjaan yang menggugat untuk segera dipenuhi. Mau kapan menikah, sudah punya berapa anak, berapa harta, hingga berapa pahala yang sudah dikumpulkan sampai saat ini, seolah itu semua bisa dihitung.
Jawaban saya, tidak. Saya tidak punya semuanya. Seminggu ini, saya sudah resmi menjadi seorang NEET. Saat inipun, saya berada di sebuah kamar, mengetik tulisan ini dengan berapi-api diiringi dengan suara letupan kembang api di luar kamar saya, dan bayangan betapa senangnya berpelukan sambil menyaksikan nyala kembang api itu bersama orang yang kita cintai. Kondisi saya terdengar menyedihkan? Bisa jadi. Tapi apa saya sedih? Tidak sama sekali.
Karena mengurung diri di kamar dan mengetik seperti seorang remaja kuliahan yang sedang putus cinta adalah pilihan yang saat ini saya ambil. Dan saya bangga dengan setiap pilihan yang mengantarkan saya sampai di titik ini. Menutup tahun 2017 tanpa atribut apapun yang mengikat saya.
2018 akan jadi sebuah tahun terbesar dalam hidup saya. Bersama dengan 3 orang teman dengan kapabilitas yang besar, saya memulai sebuah digital agency. Tekad saya adalah mengantarkannya ke dalam growth maksimal. Karena biar bagaimanapun, inilah peperangan yang akan membuktikan kalau setiap pilihan yang mengantarkan saya sampai di titik ini adalah pilihan yang memang benar-benar bisa saya banggakan.
Dan tentu saja, menyelesaikan skripsi.
12.00 WIB, Selamat tahun baru.